Kelender Liturgi

Minggu, 29 November 2015

SURAT GEMBALA AKSI ADVEN PEMBANGUNAN KEUSKUPAN BOGOR TAHUN 2015


“Keluarga: Rahim Belas Kasih dan Pengampunan”
Saudara-saudari para imam, bruder, suster serta para bapa-ibu, kakek nenek, anak-anak, orang muda katolik yang terkasih dalam Kristus.
Damai dan bergembiralah dalam Tuhan!
Kita akan memulai pembukaan Tahun Liturgi baru tanggal 29 November sebagai Minggu Pertama masa Adven, masa penantian akan kelahiran Yesus Kristus yang dijanjikan Allah kepada umatNya. Masa penantian ini kita hayati bersama dalam sikap tobat untuk pembaruan hidup pribadi dan hidup keluarga.
Secara khusus, Kami, Uskupmu bersama para imam, seluruh perangkat Keuskupan, Paroki, Wilayah dan lingkungan selama masa Adven ini menyerukan upaya membangun dan mengembangkan “KELUARGA SEBAGAI RAHIM BELAS KASIH DAN PENGAMPUNAN”. Keluarga Kudus Nazareth telah melaksanakan hidup bersama dalam keluarganya sehari-hari sebagai sebuah “Rahim Ibu” yang menenteramkan hati. Kepribadiaan Bunda Maria yang sederhana, taat pada bimbingan Allah, serta ketulusan hati Santo Yoseph dan kesediaan penuh cinta memahami dan menerima istrinya penuh belas kasih (bdk. Mat 1:24) menjadikan keluarga sebagai “Rahim Belas kasih dan pengampunan”. Dalam keluarga seperti itulah, Anak Allah, Yesus dari Nazareth, “bertumbuh menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada padaNya” (Bdk. Luk 2:40).
Saudari-saudaraku, keluarga-keluarga katolik yang kukasihi!
Komitmen mengusahakan dan membangun Keluarga sebagai “Rahim belaskasih dan pengampunan” ini perlu diserukan, menyambung cita-cita untuk menjadikan KELUARGA SEBAGAI SUMBER SUKA CITA yang pernah kita refleksikan bersama pada Masa Prapaska tahun ini.
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) tahun 2015 yang baru lalu, meneropong dan menghayati KELUARGA: SUKACITA INJILI. Tema keluarga selalu menarik untuk diangkat mengingat Keluarga merupakan sel terkecil dan terpenting bagi berkembangnya Gereja dan masyarakat yang tentram, aman, damai dan sejahtera. Gereja akan menjadi saksi kegembiraan hidup dan saksi cintakasih, duta obor pengharapan bilamana kehidupan keluarga-keluarga sungguh selaras dengan sukacita Injili. Keluarga disebut juga Gereja Rumah Tangga (Ecclesia domestica), sebagai sekolah iman bagi ayah-ibu dan anak-anak. Keluarga menjadi wadah utama pewarisan iman dan tradisi Gereja yang sehat, kesadaran hidup beradab dan bermartabat, serta pembentukan pribadi yang bernilai dan memiliki kasih sayang, bela rasa dan penghargaan terhadap sesama ciptaan.
Disamping itu, kita tidak menutup mata hati serta budi kita akan masih banyaknya persoalan-persoalan yang dihadapi keluarga baik itu keluarga di perkotaan maupun di pedesaan. Semakin maju zaman yang diiringi dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata semakin besar dan berat tantangan keluarga-keluarga di masa kini.
Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga berhadapan dengan berbagai persoalan yang terkadang mengancam fungsi dan peran keluarga itu sendiri. Persoalan-persoalan ekonomi, pengasuhan, pendidikan, keimanan rentan menimbulkan konflik dalam keluarga. Masih banyak keluarga yang kuat secara finansial dan ekonomi, namun sangat lemah dalam pengasuhan dan perlindungan bagi anak-anaknya. Ayah-ibu sangat sibuk mencari pendapatan dan melupakan hal paling hakiki dalam hidup keluarga, yakni cinta kasih dan pengasuhan. Atau keluarga yang sangat terbatas, miskin, terpinggir dan tak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang mengancam tumbuh kembang anak-anaknya, bahkan keutuhan cinta suami istri. Atau juga persoalan psikologis dan sosial, mandegnya dialog dan komunikasi dalam keluarga menimbulkan konflik dan berakhir pada perpecahan. Krisis relasi dan moral serta iman dalam keluarga, cepat atau lambat akan mempengaruhi kondisi masyarakat.
Pada masa Adven ini, Kami hendak mendampingi keluarga-keluarga, pribadi-pribadi, orang muda, remaja, anak-anak, umatku yang sehat maupun yang sakit dengan doa tulus, kurban Ekaristi yang dipersembahkan untuk kalian semua, dalam semangat St. Paulus: “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu” (Rom 1:9). Saya mengajak para imam, suster, bruder, ibu bapa, anak-anak, remaja, pemuda, singkatnya semua orang untuk melihat hidup keluarga, komunitas kita masing-masing dalam cahaya kasih dan kerelaan untuk mengampuni. Terlebih sebagai persiapan batin dan tindak pembaruan hidup menjelang kelahiran Sang Penebus, setiap anggota keluarga diminta untuk mengupayakan kembali dalam semangat doa agar menjadikan keluarga sebagai rahim belas-kasih Allah. Dimana setiap orang yang datang atau pulang ke dalam keluarga (dan komunitas religius, pastoran) mendapatkan keamanan, kenyamanan dan jaminan akan pengampunan. Keluarga hendaknya menjadi tempat dimana Kasih Sayang Kristus yang penuh kasih dan pengampunan dialami. Dalam keluarga seperti itulah peristiwa “NATAL” dirasakan, dialami sebagai peristiwa sukacita Injili.
Kesadaran akan peran keluarga sebagai rahim belas kasih dan pengampunan semakin penting di tengah maraknya semangat mementingkan diri sendiri, mengabaikan orang lain, konflik dan persaingan, dendam, kehadiran pihak ketiga, macetnya dialog dan komunikasi suami-isteri atau orangtua dengan anak-anak, atau bahkan juga konflik antar keluarga. Semangat ini berpotensi memecah kesatuan keluarga menjadi pribadi-pribadi yang terisolasi dalam dirinya sendiri.
Saya mengajak semua saudara-saudariku dalam keluarga-keluarga Katolik, seirama dengan semangat tobat dalam masa Adven ini, untuk meningkatkan jumlah dan mutu keterlibatan kita dalam kehidupan iman bersama keluarga sehingga kita pun bisa menjadi agen perubahan masyarakat. Membuka mata, telinga, dan hati untuk merangkul seluruh anggota keluarga menjadi bagian aktif dalam mewujudkan rahim belaskasih dan pengampunan. Sebagai puncak dari praksis hidup saling berbelas-kasih dan mengampuni itu, kita rayakan dalam penerimaan sakramen Rekonsiliasi (Sakramen Pengakuan Dosa) dan Ekaristi.
Selamat menjalani masa Adven dengan komitmen “Menjadikan keluarga sebagai Rahim Belas kasih dan Pengampunan”.
Keluarga Nazareth, Yesus, Maria, dan Yoseph, doakanlah kami!
† Mgr. Paskalis Bruno Syukur †
Magnificat Anima Mea Dominum


Sabtu, 21 November 2015

MORAL PERKAWINAN KATOLIK


Sabtu, 14 Nopember 2015 KEP angkatan IX dan KEP  angkata VI OMK paroki Kristus Raja - Serang mengadakan kuliah umum di Aula Alexander dengan pembicara romo Alfonsus  Sutarno Pr.  Selain peserta KEP, hadir juga  umat paroki Kristus Raja - Serang.
Moralitas berarti hal  mengenai kebaikan dan keburukan.  Oleh karena itu masing-masing kita  menilai diri  sendiri, termasuk dalam kehidupan berumah tangga. 

APA YANG DISEBUT DENGAN PERKAWINAN?
Perkawinan menurut (kn. 1055) adalah Perjanjian perkawinan dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan seluruh hidup, yang menurut ciri kodratnya terarah pada kesejateraan suami istri atau kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

PERJANJIAN
Dasar dari perjanjian adalah adanya  kemauan dari seorang pria dan seorang wanita untuk bersekutu tanpa syarat baik berupa waktu atau berupa kondisi.
Perjanjian adalah sesuatu yang sangat berat,  namun ada jaminan bahwa ketika persekutuan itu terjalin, maka persekutuan itu bersifat permanen.

Gereja katolik sangat menghargai perjanjian perkawinan dari suami istri dimana satu pria dan satu wanita akan saling menyempurnahkan. Hidup sebagai suami istri merupakan hidup yang sangat membahagiakan karena ketidak sempurnaan istri disempurnahkan suami dan ketidak sempurnaan suami disempurnahkan istri.  Jangan mencari  masalah tapi harus mencari solusi untuk mengatasi perbedaan secara bersama.

Sebuah pengalaman. Di Jakarta diadakan suatu program pengenalan  mengenai  calon pasangan.  Dalam acara yang dehelat selama 1 hari ini diadakan pengenalan pasangan masing-masing. Bukan hanya hal positip tapi juga yang negatip. Seorang peserta (laki-laki) membawa calon pasangannya. Saat program discover,  kedua pasangan tersebut berantam hanya karena satu pertanyaan yang sangat sepele yaitu saat sudah menikah dan mau tidur. Apakah dengan lampu gelap atau menyala? Ternyata jawaban keduanya berbeda. Colon istri mangatakan suka dengan lampu gelap. Sedangkan colon suami  suka dengan  suasana gelap. Perbedaan ini harus dicari solusi yaitu adanya dialog antara mereka. Tapi keduanya tetap mempertahankan keputusannya dengan saling ngotot dan berantam. Tiga bulan kemudian diadakan acara discover lagi. Si laki-laki itu membawa calon yang baru. 3 bulan kemudian orang tersebut datang dengan membawa calon yang ketiga dengan orang yang berbeda. Tentunya pertanyaan tetap sama. Rupa-rupanya dalam acara dia memilih yang nomor 2 dengan memutuskan no 1 dan no 3 dan menikah dengan yang nomor 2.

Sempurnahnya istri adalah suami dan sempurnahnya suami adalah istri yang keduanya menjadi satu karena adanya perjanjian. Perjanjian ini bukan merupakan kontrak yang dibatasi oleh syarat dan waktu., tapi satu untuk selamanya. Maka dalam perkawinan Katolik tidak bisa deceraikan.

 Perjanjian itu antara Seorang dan seorang. Maka dikenal dengan monogami. Antara laki-laki dan Perempuan. Jangan fisiknya laki- laki (rambutnya, tampangnya) tetapi ternyata dalamnya diragukan.
Ketika satu laki-laki dan satu perempuan diikat dalam satu perjanjian, maka perjanjian itu bukan hanya bagian perbagian atau sebagian dari hidup seseorang  tapi keseluruhan dari hidup. Apa yang menjadi milik dia juga menjadi milik aku dan apapun yang ada padanya menjadi milikku juga.

Sayangnya ketika suami istri menikah karakter pasangan belum banyak diketahui. Oleh karena itu pengenalan karakter seseorang sebelum menikah itu sangat penting. Apapun yang terjadi harus disatukan. Apapun adanya dia harus menjadi bagian dari diriku.  Seorang pakar lingkungan hidup dari Jepang yang menggeluti soal cinta  menyimpulkan 3 tipe cinta  yaitu:

1.       IF LOVE (aku mencintaimu Jika). Mencintai seseorang karena adanya syarat-syarat. Ini merupakan kategori cinta yang paling dangkal.
2.       BECAUSE LOVE (Aku mencintai kamu karena…) Kategori cinta ini adanya suatu dasar.
3.       DESPITE OF LOVE (Aku mencintai engkau  walaupun). Cinta yang lebih  utama

Ketidaksanggupan seseorang untuk melihat  hal hal baik diantara hala-hal baik yang muncul akan menjadi pemicu ikrar perjanjian nikah. Harapannya jika betul perjanjian itu antara pria dan wanita untuk seluruh hidup seseorang maka jangan melihat hal-hal negetip dalam diri pasangan tetapi carilah dalam hal negatip itu unsur-unsur positip.  

MENDIDIK ANAK
Mendidik bukan semata-mata disekolahkan tapi bagaimana nilai-nilai kekatolikan itu hadir didalam keluarga. Paus YohaneS Paulus II  mengatakan “keluarga merupakan gereja kecil atau dinamakan gereja rumahtangga”. Pendidikan anak tanggung jawab orang tua. Simbol untuk pendidikan anak adalah membabtis. Baik perkawinan sesama katolik, perkawinan beda gereja (katolik dengan protestan) atau beda agama, kewajiban untuk membabtis mutlak dilakukan.
Romo mangatakan bahwa Ketika bayi dilahirkan dalam keadaan telanjang. Bayi tidak pernah meminta untuk dipakaikan baju. Tetapi sebagai orang tua yang bertanggungjawab terhadap kesehatan fisik si anak maka orang tua akan memakaikan pakaian yang cocok untuk anak. Karena sudah terbiasa berpakaian sejak awal maka ketika besar ada yang menelanjangi maka diyakini dia pasti malu. Dia akan segera mencari pakaian.  Begitu juga soal iman. Bayi setelah lahir harus dibabtis dan disarankan  satu minggu  setelah lahir  Bila perlu lebih cepat.
Anak dibabtis lebih awal agar gambaran pertama pada anak adalah Yesus kristus. Saat pembabtisan si anak  dibuat tanda salib sebelum dibabtis dan diikuti orang tuanya untuk membuat tanda salib pada anak tersebut. Tujuannya agar pikiran atau gambar pertama pada anak adalah Yesus Kristus. Selanjutnya anak tersebut dipelihara lewat cinta kasih ibu bapak sebagai suami dan istri dan juga dibawah ke gereja.

Untuk orang-orang yang dibabtis, oleh Kristus Tuhan diangkat martabatnya. Perkawinan atas 2 orang yang dibabtis (babtis katolik atau babtis protestan yang diakui katolik), ketika orang tersebut menikah, martabatnya sangat tinggi. Walaupun pernikahan hanya 5 menit tapi terjadi antara 2 orang yang dibabtis maka disebut sakramen.  Sakramen atau bukan sakramen  tidak ditentukan ekaristi tapi batisan.
Misalnya pernikahan pasangannya beda agama (Hindu dan katolik). Dan dilakukan melalui Ekaristi. Walau diadakan dalam ekaristi, tetapi martabat perkawinan nya bukan merupakan sakramen karena yang satunya belum dibabtis. Beberapa tahun kemudian orang ini dibabtis maka sejak saat itu martabat perkawinannya sakramen. Tidak usah diperbaharui karena itu sudah sakramen.

Jika 2 pasangan menikah di gereja Protestan dan keduanya sudah dibabtis di gereja protestan dimana babtisan protestan diakui oleh gereja katolik maka ketika keduanya ingin menjadi katolik maka tidak akan dibabis lagi tetapi hanya diterima dalam gerja katolik. Ketika mereka sudah diterima dalam gereja katolik, apakah anak-anaknya boleh dibabtis?  Jika anak itu sudah dibabtis secara protestan dan diakui oleh gereja kotolik, maka dia tidak dibabtis lagi. Hanya diterima dalam gereja katolik, Kacuali anak itu belum dibabtis dan ketika mau dibabtis bapak ibunya menghendaki akan dibabtis secara katolik maka akan dibabtis secara katolik.  Dengan kata lain kalau mereka sudah dibabtis diprotestan dan bebtisan itu diakui gereja katolik maka tidak akan dibabtis lagi. Hanya diterima.  Jika ternya anak itu belum dibabtis, bapak ibunya menghendaki dibabtis katolik  maka akan dibabtis katolik. Syarat pembabtisan bayi yang utama adalah bukan kelengkapan surat tetapi jaminan pendidikan anak kedepan.

Stanis Kwen (KOMSOS Paroki Kristus Raja - Serang)




Sabtu, 07 November 2015

SEMINAR ISLAMOLOGI (TATA CARA BERDIALOG YANG BAIK)

BERDIALOG ALA KATOLIK  

Saat ini makin banyak perdebatan yang muncul di tengah perjalanan bangsa kita tercinta. Tidak hanya di acara resmi tetapi bisa juga dijumpai di warung kopi bahkan pangkalan ojek. Bukan hanya debat langsung dan terbuka tetapi bisa pula ditemukan di berbagai media baik di televisi hingga media sosial yang mirisnya dilakukan oleh akun-akun yang tidak bisa divalidasi keabsahannya. Topiknya pun beragam, mulai dari masalah bencana asap, polah dari politikus dan selebritis, bahkan hingga hal yang remeh semisal hasil pertandingan sepakbola atau jumlah wajah dalam sebuah gambar. Namun terkadang ada pula yang mengangkat isu sensitif seperti HAM dan SARA untuk diperdebatkan bahkan sebuah keputusan pejabat bisa ramai dibela dan dipojokkan hingga menyangkut agama yang dianut pejabat tersebut. Semua merasa paling benar, paling kuat, dan paling yang lainnya tanpa ada penyelesaian selain sumpah serapah, ancaman, dan penghinaan yang seolah saling berbalas untuk menjatuhkan agama lainnya.
Tergugah dengan fenomena tersebut, maka Paroki Kristus Raja Serang mengadakan Seminar Islamologi yang bertemakan “Bagaimana kita seharusnya berdialog tentang Islam”. Seminar ini dihelat pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015, seiring dengan program Kursus Evangelisasi Pribadi yang tengah diadakan di paroki ini. Dalam kesempatan ini, RD. Christophorus Tri Harsono, Vikjen Keuskupan Sufragan Bogor, hadir sebagai pembicara tunggal. Romo yang seorang Islamolog dan sering mengenalkan diri sebagai Romo Ustadz karena kefasihannya berbahasa Arab ini berkenan berada di tengah-tengah peserta KEP dan umat Katolik di Serang. Hal ini sejalan dengan ajaran Katolik dimana semua umat dituntut untuk mengabarkan warta gembira / kabar sukacita sehingga perlu dialog, komunikasi, merasul, dan terbuka terhadap yang lain.
Romo Tri menyampaikan materinya dengan gaya bahasa yang renyah dan diselingi canda yang turut menghidupkan suasana seminar sehingga jauh dari kesan kaku dan membosankan. Beliau mengawali pembahasan tema dengan terlebih dahulu mengungkapkan dua hal yang perlu dilakukan orang Katolik dalam berdialog. Pertama adalah dengan terlebih dahulu mengenali Allah dan ajaran Katolik dan berikutnya adalah menerapkan cara berdialog yang baik. Keduanya harus dilakukan secara berurutan agar menunjukkan semangat pewartaan yang penuh rasa menghargai perbedaan antara umat satu dan yang lainnya.
Pengenalan akan Allah dan ajaran-Nya
Allah melalui Yesus putera-Nya sering dikenal dengan kuasanya yang sanggup menghidupkan orang yang sudah meninggal. Akan tetapi yang terpenting adalah Allah sungguh ajaib karena mampu memberikan kehidupan. Hal ini dapat ditemukan dalam kisah penciptaan dunia beserta isinya yang mana Allah memandang semua itu baik. Meski demikian, terkadang bagi yang salah menafsirkan, kebaikan dan keajaiban Allah terkadang dibelokkan dengan mudahnya hanya karena hal-hal duniawi semata. Romo mencontohkan dua kejadian bagaimana seseorang bisa dengan mudahnya berpaling dan mempercayai agama lain karena keturunan dan kekayaan. Contoh pertama adalah orang yang menikah secara Katolik, lama tidak dikaruniai keturunan, lalu memutuskan untuk menceraikan pasangannya, dan saat berpindah langsung dikaruniai buah hati. Sontak dia berkeyakinan bahwa apa yang dianutnya memberikan kebahagiaan dan beroleh mukjizat. Padahal setelah adanya berbagai konflik dan dites DNA, ternyata sang buah hati adalah keturunan dari pasangannya terdahulu dan saat menganut agama Katolik. Contoh kedua adalah seseorang yang mendadak kaya setelah berpindah agama meskipun jika dilihat lagi, kekayaannya adalah buah saat dia berbuat baik selama menganut ajaran Kristus. Dari kedua contoh di atas, sesungguhnya merupakan ujian bagi iman Katolik kita sebab Allah tentunya punya berbagai jawaban atas segala pinta, apakah itu SABAR, TUNGGU, atau TIDAK jika dirasa memang Allah tidak akan mengabulkannya.
Romo melanjutkan dengan mereka yang murtad atau berpindah agama dengan menggolongkannya ke dalam tiga kategori yaitu murtad hancur lebur, murtad pecah, dan murtad retak. Murtad hancur lebur adalah mereka yang tidak pernah mengenal ajaran Katolik sebelumnya namun kemudian lantang menjelek-jelekkan setelah memeluk agama lain. Bagaimana dengan murtad pecah? Adalah mereka yang berpindah agama karena adanya pengkhianatan, tidak setia kepada pasangan, mengejar karir dan kekayaan, atau hal duniawi lainnya. Sedangkan murtad retak mengandung arti mereka yang masih memeluk agama Katolik, tetapi hanya memberikan kritik, menghakimi ajaran Katolik, tanpa memberikan masukan atau solusi yang membangun, serta mereka yang sulit bahkan tidak pernah mengampuni sesamanya. Untuk mengatasi hal di atas, Romo Ustadz menyarankan agar setiap umat melihat kembali materai jaminan kerajaan Allah yang sudah dimiliki setiap umat Katolik melalui rahmat pembabtisan.  Babtis merupakan awal kita masuk dalam ajaran Kristus, dibebaskan dari dosa asal dan dosa pribadi serta hukuman atas dosa-dosa tersebut. Jadi kenapa harus pindah? Kita harus setia dan semakin mendalami ajaran Katolik untuk lebih mempertebal iman dan percaya pada jalan yang diarahkan-Nya.
Tata Cara Berdialog yang Baik
Setelah mengenal Allah dan ajaran-Nya dengan baik dan mendalam, maka kita baru bisa mengadakan dialog lintas agama ataupun dengan umat Katolik lainnya dengan baik. Beberapa poin tersebut bisa diringkas sebagai berikut :
1.    Mengetahui dan mengimani agamanya sendiri dengan benar serta memiliki gambaran iman dari agama yang akan diajak dialog.
2.    Memiliki pengetahuan iman yang setingkat atau sederajat untuk menghindari miss communication.
3.    Membicarakan keunggulan dan kebaikan dari agama masing-masing sesuai ajaran Kitab Suci tiap agama dan juga persamaan yang bisa ditemui meski tetap menerima perbedaan yang ada.
4.    Hindari membicarakan hal yang sensitif semisal hal poligami, kelemahan Nabi, dan lain sebagainya.
5.    Memilih topik kehidupan, kemanusiaan, pengetahuan dan sosial, kebangsaan, dan hal umum lainnya dan tidak perlu membicarakan aqidah atau dasar keimanan meski tidak masalah bagi agama Katolik.
6.    Peserta dialog tidak hanya para pemimpin tetapi bisa melibatkan banyak peserta asalkan memang memiliki keinginan berdialog yang sama dan dilakukan secara berkelanjutan tanpa ada paksaan.
7.    Setiap agama memiliki tingkat kesulitan dialog yang berbeda sehingga diperlukan upaya cerdas untuk mengatasi penyakit-penyakit agama yang bisa merusak indahnya dialog.

Apa saja penyakit-penyakit agama tersebut? Fanatisme, atau  keyakinan yang berlebihan akan ajaran agamanya dan menganggap agama lainnya salah, cenderung sulit diubah atau menerima masukan. Fatalisme, yaitu kepasrahan terhadap segala hal dan menganggap semuanya adalah nasib yang tidak bisa diubah. Padahal diungkapkan oleh Romo bahwa nasib berasal dari bahasa Arab “an nashib” yang berhubungan dengan manusia utamanya usaha manusia yang hasilnya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Berbeda dengan takdir yang asal katanya adalah “al qodr” yang bermakna setiap yang terjadi atas manusia sudah digariskan oleh Allah sehingga meskipun manusia sudah berusaha, namun Allah yang akan menjadi penentunya. Sinkretisme, berupa usaha penyatuan dan pencampuran berbagai tradisi agama dengan perbedaan-perbedaan mendasarnya sehingga muncul sekte atau aliran agama baru. Terakhir adalah Tahayul, yang berasal dari bahasa Arab “al-tahayul” yang bermakna reka-rekaan, persangkaan, dan khayalan atau bisa dengan kata lain tahayul adalah kepercayaan terhadap perkara gaib, tanpa diselidiki lebih lanjut kebenaran atau sebab-sebabnya.

Romo Tri membawakan setiap bahasannya dengan lugas dan penuh penekanan di bagian tertentu sehingga menarik umat peserta seminar. Sesi tanya jawab menjadi padat dengan aneka pertanyaan mulai dari pertanyaan terkait ayat Alkitab maupun hal-hal seputar sosial dan adat. Beberapa dijawab dengan mantab oleh Romo termasuk bagaimana mewujudkan dialog sederhana antar umat beragama di lingkungan sekitar melalui kerja bakti atau hajatan tetangga rumah serta membentuk kelompok dialog melalui WKRI, Legio Mariae, bahkan kelompok kategorial yang berhubungan dengan umat beragama lainnya. Romo merangkum seminar kali ini dengan harapan agar sebagai umat Katolik harus mampu untuk mengusahakan dialog antar umat beragama dengan baik, dengan terlebih dahulu mempertebal keimanan kita melalui banyak hal semisal mengikuti Kursus Evangelisasi Pribadi. Dengan semangat evangelisasi, maka akan tercipta lecutan energi untuk berani mewartakan kabar sukacita Allah tanpa harus memandang dengan siapa kita akan mengabarkannya. Romo menegaskan bahwa agama Katolik selalu terbuka untuk setiap dialog dan bahkan diatur dalam Dekrit, Insiklik, juga pedoman serta ajaran yang unggul. Selamat berdialog ala Katolik!